Translate

Kamis, 04 Juni 2015

H.M. Prasetyo SH ; Kejaksaan Sudah Tangani 8.963 Kasus Korupsi selama 5 Tahun 

Jumat, 5 Juni 2015 | 

SIB/Eddy Bukit / CENDERAMATA: Jaksa Agung HM Prasetyo dan Dekan FH USU Prof Runtung Sitepu saling tukar cenderamata pada seminar nasional hari ulang tahun ke-22 Persatuan Jaksa Indonesia di Medan, Kamis (4/6).

Medan ( TRANSPARANSY.COM)- 
Seminar Persatuan Jaksa kemarin berlangsung Meriah dan Sukses. 
Jaksa Agung HM Prasetyo sebagai key note speaker mengatakan, secara jujur  mengakui  korupsi sudah menjadi salah satu masalah serius di Indonesia, bagaikan penyakit kronis yang sedemikian parah yang harus disembuhkan dengan segera. Korupsi sudah menjadi fenomena di hampir semua organ pemerintah dan telah menjalar ke semua aspek kehidupan.

Dalam kurun waktu 5 tahun, jajaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menangani 8.963 perkara korupsi. 

Ini diungkapkan oleh Jaksa Agung RI, HM Prasetyo, dalam Seminar Nasional dalam rangka hari ulang tahun Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) ke-22 di Medan, Kamis (4/6/2015) pagikerjasama PJI dengan Fakultas Hukum USU di Hotel Emerald Garden Medan, Kamis (4/6). 

Tema seminar “Proporsionalitas antara pencegahan dan penindakan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Acara pembukaan didahului dengan sambutan Kajatisu M Yusni SH MH dan Dekan Fakultas Hukum USU Prof Runtung Sitepu SH MHum. Tampil sebagai pemakalah Prof Romli Atmasasmita, Dr Junimart Girsang, Dr M Mulyadi dan Dr Abdul Hakim Siagian SH MHum, dengan moderator Dr OK Saidin SH MHum, Dr Edy Ikhsan SH MHum.

Dikatakan Prasetyo, tindak pidana korupsi ini dilakukan secara sistematis, lingkupnya sudah merambah, menggurita dan menjalar ke mana-mana. Bukan hanya terjadi di pusat tetapi sudah meluas  bahkan sampai ke pelosok daerah.

Korupsi  gilirannya sudah menjadi ancaman terhadap stabilitas nasional, karena telah melemahkan lembaga dan kehidupan politik, nilai berdemokrasi, nilai-nilai etika, keadilan dan kebenaran dalam kaitan penegakan supremasi hukum, katanya.

Dijelaskannya, semakin mudahnya korupsi ditemukan di berbagai bidang kehidupan, menurut Jeremy Paul disebabkan antara lain karena melemahnya nilai-nilai sosial dimana kepentingan pribadi menjadi lebih utama dibanding kepentingan umum serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi berlaku sosial sebagian orang.

Selanjutnya, tidak adanya transparansi, pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar kedudukan, kekuasaan dan ambisi politik pribadi semata-mata lebih hanya mendapatkan promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik bukan menjadi prioritas dan orientasi yang utama, katanya.

Tindakan korupsi dapat dikategorikan permasalahan nasional yang harus dihadapi bersama secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah yang tegas dan jelas. Melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.

Mengutip pendapat Zainal Arifin Muktar, kata Jaksa Agung, bahwa sampai saat ini belum ada satu pun perkara korupsi yang berhasil dituntaskan hingga selesai. Karena menurutnya suatu perkara dapat dianggap selesai jika berhasil menyeret semua pelaku dan melakukan pemetaan para korupsi yang dilakukan sehingga bisa dijadikan pengalaman untuk bisa mencegahnya.

Jaksa Agung juga menyinggung tentang Inpres Presiden Joko Widodo yang dikeluarkan 6 Mei 2015 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Diinstruksikan kepada semua menteri, gubernur, bupati dan wali kota se-Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan dengan sungguh-sungguh aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Dikatakan, 5 tahun terakhir ini peningkatan kasus korupsi yang ditangani berbanding lurus dengan peningkatan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan cukup besar. Sejak 2010 sampai 2014 saja kejaksaan telah melakukan penyidikan 8.635 perkara tindak pidana korupsi yang terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Ini berarti dalam setahunnya rata-rata terdapat sekitar 1.727 perkara tindakan korupsi yang disidik kejaksaan atau terdapat 4,7 perkara setiap harinya. Begitu pula dengan penuntutan kejaksaan tercatat 8.963 perkara atau 1.792 perkara setiap tahun atau 4,9 perkara setiap harinya.

Demikian pula penyidikan oleh KPK, kepolisian dan kejaksaan dijumlahkan pada 2010-2013 tercatat 7.651 perkara penyidikan korupsi atau rata-rata 5,2 penyidikan korupsi setiap harinya. Apabila diibaratkan sebuah virus yang dapat menyebabkan penyakit endemik, berarti virus korupsi itu dalam waktu 7 hari akan dengan mudah tersebar ke-34 provinsi di Indonesia.

Oleh karena itu tidak usah heran apabila fenomena korupsi saat ini telah menyebar dari pusat ke daerah, serta merambah ke semua sektor sehingga hampir tidak ada satu lembaga pun yang imun dan terbebas dari virus korupsi tersebut. Tentunya ini memprihatinkan dan menjadi tanggung jawab bersama mengatasinya, kata Jaksa Agung.

Sementara, Dekan FH USU Prof Runtung Sitepu menyampaikan terima kasih pada Kejatisu yang telah mempercayakan kerjasama melaksanakan seminar itu. Semoga seminar ini menjadi cambuk dalam pengendalian diri sehingga semuanya jauh dari perbuatan korupsi, katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar